Jumat, 30 November 2012

MASALAH DALAM MANAJEMEN KELAS



PEMBAHASAN
A.      Penyebab Timbulnya Masalah dalam Manajemen Kelas
Menurut Syaiful Bahri Djamarah faktor yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah dalam manajemen kelas adalah:[1]
1.    Pengelompokkan, adanya pengelompokkan siswa berdasarkan kriteria tertentu.
2.    Karakteristik individual siswa.
3.    Kelompok pandai merasa terhalangi terhadap kelambananan teman-temannya yang tidak secerdas mereka.
4.    Adanya keharusan bagi siswa untuk tenang dan bekerja selama jam pelajaran sehingga akan menimbulkan ketegangan dan kecemasan.
5.    adanya organisasi kurikulum tentang team teaching.
Menurut Mulyadi timbulnya masalah dalam manajemen kelas dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:[2]
1.    Faktor guru
Beberapa faktor penyebab timbulnya masalah dalam manajemen kelas yang berasal dari guru diantaranya:
a.    Tipe kepemimpinan guru yang otoriter
Tipe kepemimpinan guru dalam mengelola proses belajar mengajar yang otoriter dan kurang demokratis akan meumbuhkan sikap agresif atau pasif dari murid-murid. Kedua sikap murid ini merupakan sumber masalah manajemen kelas.
b.    Format belajar mengajar yang monoton
Format belajar mengajar yang monoton akan menimbulkan kebosanan bagi siswa. Format belajarn yang tidak bervariasi dapat menyebabkan para siswa bosan, kecewa, frustasi dan hal ini merupakan pelanggaran disiplin.


c.    Kepribadian guru
Seorang guru yang berhasil dituntut untuk bersikap adil, hangat, objektif dan fleksibel sehingga terbina suasana emosional yang menyenangkan dalam proses belajar mengajar. Sikap yang bertentangan dengan kepribadian tersebut akan menimbulkan masalah manajemen bagi siswa.
d.   Terbatasnya kesempatan guru untuk memahami tingkah laku siswa dan latar belakangnya.
Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya usaha guru dengan sengaja memahami siswa dan latar belakangnya.
e.    Terbatasnya pengetahuan guru tentang masalah manajemen dan pendekatan manajemen baik yang sifatnya teoritis maupun pengalaman praktis.
2.    Faktor siswa
Kekurangsadaran siswa dalam memenuhi tugas dan haknya sebagai anggota kelas dapat merupakan faktor utama penyebab masalah manajemen kelas.
3.    Faktor keluarga
Kebiasaan yang kurang baik di lingkungan keluarga, seperti tidak patuh pada disiplin, tidak tertib, kebebasan yang berlebihan ataupun dikekang berlebihan akan menyebabkan siswa melanggar disiplin di kelas.
4.    Faktor fasilitas
Ruang kelas yang kecil dibanding dengan jumlah siswa dan kebutuhan siswa untuk bergerak dalam kelas merupakan salah satu problema yang terjadi pada manajemen kelas.
Jadi, dapat penulis kemukakan bahwa timbulnya masalah dalam manajemen kelas dapat disebabkan oleh banyak hal. Jika dilihat dari asal penyebabnya, masalah dalam manajemen kelas dapat timbul karena hal-hal berikut:
1.    Gaya kepemimpinan guru yang otoriter
Gaya kepemimpinan guru yang otoriter dapat menumbuhkan sikap agresif, pasif dan takut dalam diri siswa. Sikap-sikap ini dapat menimbulkan tekanan mental bagi siswa. Sebagian siswa akan merepresentasikan tekanan tersebut dengan memberontak dan melanggar disiplin, sebagian lainnya merepresentasikan tekanan tersebut dengan sikap ‘ogah’ dan tidak mau tahu terhadap pembelajaran.
2.    Penerapan gaya mengajar yang monoton
Dalam manajemen kelas, guru memiliki tanggung jawab untuk membuat semua siswa terlibat dalam pembelajaran. Apabila guru hanya memakai satu gaya mengajar didalam kelas akan timbul kebosanan siswa. Hal tersebut dapat membuat guru kesulitan dalam menarik perhatian dan minat siswa terhadap materi yang disampaikan.
3.    Kurangnya kedekatan guru dengan semua siswanya di kelas
Untuk memudahkan dalam memanajemen kelas, seorang guru harus dekat dengan siswa. Karena dengan dekat kepada siswa guru tersebut akan mudah memahami setiap karakter siswa di kelasnya. Selain itu, jika guru dekat dengan siswa secara otomatis siswa akan memiliki Sense of Belonging and Sense of Responsibility terhadap gurunya, kelas dan pembelajaran. Sebaliknya, jika rasa kedekatan seperti yang penulis sebutkan diatas tidak terjalin, siswa secara otomatis tidak akan memiliki rasa bertanggung jawab terhadap dirinya, guru, kelas dan pelajarannya.
4.    Kurangnya kesadaran siswa dalam memenuhi tugasnya sebagai anggota kelas.
5.    Kebiasaan yang kurang baik di lingkungan keluarga
Kebiasaan yang kurang baik di lingkungan keluarga akan berdampak pada sikap siswa didalam kelas.
6.    Tidak memadainya fasilitas sekolah seperti tidak sesuainya antara jumlah siswa dengan keluasan lokal ataupun jumlah tempat duduk.

B.       Klasifikasi Masalah dalam Manajemen Kelas
Menurut M. Entang dan T. Raka Joni, masalah dalam manajemen kelas dapat dikelompokkan menjadi dua kategori besar, yaitu:[3]

1.    Masalah perorangan
Dreikus dan Casse membedakan masalah perorangan dalam manajemen kelas menjadi empat kelompok, yaitu:[4]
a.    Attention-getting behavior (tingkah laku menarik perhatian orang lain)
b.    Power-seeking behavior (tingkah laku mencari kekuasaan)
c.    Revenge-seeking behavior (tingkah laku menuntut balas)
d.   Ungkapan ketidakmampuan dengan menolak melakukan apapun.
Menurut Maman Rahmat, dari keempat bentuk perilaku bermasalah dalam kelas diatas akan mengakibatkan terbentuknya empat pola tingkah laku yang sering terjadi pada usia sekolah, yaitu:[5]
a.    Pola aktif konstruktif, yaitu pola tingkah laku yang ekstrem, ambiguos untuk menjadi superstar dikelasnya dan berusaha membentuk guru dengan vitalitas dan sepenuh hati.
b.    Pola aktif destruktif, yaitu pola tingkah laku yang diwujudkan dalam membuat banyolan, suka marah, kasar dan memberontak.
c.    Pola pasif konstruktif, yaitu pola yang menunjukkan pada suatu pola tingkah laku yang lamban dengan maksud supaya selalu dibantu dan mencari perhatian.
d.   Pola pasif destruktif, yaitu pola tingkah laku yang menunjukkan kemalasan (sifat malas) dan keras kepala.
2.    Masalah Kelompok
Louis V Johnson dan Marry A Bany mengemukakan tujuh kategori masalah dalam kelompok, yaitu:
a.    Kelas kurang kohesif lantaran perbedaan jenis kelamin, suku, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.
b.    Pelanggaran terhadap norma-norma tingkah laku yang disepakati sebelumnya.
c.    Kelas bereaksi negatif terhadap salah satu anggota kelas.
d.   Membimbing anggota kelas yang justru melanggar norma kelas.
e.    Kelompok cenderung mudah dialihkkan perhatiannya dari tugas yang tengah dikerjakan.
f.     Semangat kerja rendah atau melakukan semacam aksi protes kepada guru karena menganggap apa yng diberikannya kurang adil.
g.    Siswa kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru, seperti gangguan jadwal, ataupun guru terpaksa diganti dengan guru yang lain.
Secara umum, masalah-masalah yang berasal dari siswa yang ditemui di dalam kelas dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1.    Masalah individual
Masalah individual adalah masalah yang ditimbulkan oleh perorangan siswa. Jika diklasifikasikan masalah individual ini dapat dikelompokkan menjadi:
a.    Masalah yang dibuat karena ingin menarik perhatian orang lain.
Masalah seperti ini biasanya timbul berupa perilaku yang mengalihkan perhatian guru atau siswa lainnya dari pembelajaran yang sedang berlangsung. Misalnya membuat banyolan ketika belajar.
b.    Masalah yang dibuat karena ingin mencari kekuasaan.
Masalah seperti ini biasanya timbul berupa perilaku yang berusaha mengendalikan guru dan siswa lainnya dengan memperlihatkan kekuatannya. Misalnya selalu mendebat guru atau siswa lainnya, menindas siswa yang lebih lemah, atau kehilangan kendali emosional, marah-marah
c.    Masalah yang dibuat karena ingin mengungkapkan ketidakmampuan dirinya.
Masalah seperti ini biasanya timbul berupa perilaku yang enggan dan malas melakukan tugas yang diperintah guru serta selalu mengandalkan bantuan guru dan siswa lainnya.
2.     Masalah kelompok
Masalah kelompok adalah masalah yang ditimbulkan oleh kelompok siswa tertentu. Jika diklasifikasikan, masalah kelompok terbagi atas:
a.    Hubungan antara siswa kuarang harmonis sehingga muncul beberapa kelompok yang tidak bersahabat, dan keonaran yang menyebabkan proses belajar mengajar mengalami hambatan.
b.    Kelas bereaksi negatif terhadap salah satu anggotanya, misalnya, mengejek. Membesarkan hati anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok, misalnya pemberian semangat kepada badut kelas.
c.    Kelompok cendrung mudah di alihkan perhatiannya dari tugas yang tengah digarap.
d.   Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru, misalnya gangguan jadwal atau guru kelas terpaksa diganti semantara oleh guru lain, dan sebagainya.

C.      Penyelesaian Masalah dalam Manajemen Kelas
Masalah-masalah yang timbul dalam manajemen kelas harus diselesaikan. Proses penuntasan masalah dalam manajemen kelas menururt Johar Purnama dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:[6]
a.    Mengidentifikasi masalah siswa
Pada langkah ini guru mengenal masalah-masalah pengelolaan kelas yang timbul dalam kelas. Berdasarkan masalh tersebut guru mengidentifikasi jenis penyimpangan sekaligus mengetahui latar belakang yeng membuat siswa melakukan penyimpangan tersebut.
b.    Menganalisis masalah
Pada langkah ini guru menganalisis penyimpangan siswa dan menyimpulkan latar belakang serta sumber-sumber dari penyimpangan tersebut. Selanjutnya menentukan alternatif penanggulangannya.
c.    Menilai alternatif-alternatif pemecahan
Pada langkah ini guru menilai dan memilih alternatif pemecahan masalah yang dianggap tepat dalam menanggulangi masalah.
d.   Mendapatkan balikan (feed-back)
Pada langkah ini guru melaksanakan monitoring, dengan tujuan menilai keampuhan pelaksanaan dari alternatif pemecahan untuk mencapai sasaran sesuai dengan yang direncanakan. Kegiata  kilas balik ini dapat dilaksanakan dengan mengadakan pertemuan dengan siswa.
        Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (1993) mengidentifikasi langkah-langkah penyelesaian masalah dalam manajemen kelas sebagi berikut:[7]
a.    Identifikasi masalah siswa
Pada langkah ini guru melakukan kegiatan untuk mengenal dan mengetahui masalah-masalah kelas yang muncul di dalam kelas.
b.    Membuat rencana  penanggulangan terhadap masalah siswa
c.    Menetapkan waktu pertemuan dengan siswa yang bermasalah dengan persetujuan kedua pihak tentang waktu dan tempat pertemuan itu sendiri.
d.   Bila saatnya bertemu dengan siswa, jelaskan maksud pertemuan tersebut dan jelaskan pula manfaat yang mungkin diperoleh, baik oleh siswa ataupun oleh sekolah.
e.    Tunjukkan kepada siswa bahwa gurupun bukan orang yang sempurna dan tidak terlepas dari kekurangan dalam hal ini. Tetapi yang penting antara guru dan siswa harus ada kesadaran untuk bersama-sama belajar saling memperbaiki diri, saling mengingat bagi kepentingan bersama.
f.     Guru berusaha untuk membawa siswa kepada masalahnya yaitu pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku di sekolah dengan sikap yang sabar  sehingga menumbuhkan kesadaran siswa secara perlahan.
g.    Bila pertemuan yang diadakan ternyata siswa tidak responsif, maka guru dapat mengajak siswa untuk melaksanakan diskusi pada waktu yang lain tentang masalah yang dihadapinya. Tentukan waktu diskusi tersebut atas dasar persetujuan antara guru dan siswa.
h.    Pertemuan guru dan siswa harus sampai pada pemecahan masalah dan sampai pada kontrak individual yang diterima siswa dalam rangka memperbaiki tingkah laku siswa.
i.      Melakukan tindak lanjut dengan mengikuti perkembangan siswa setelah penyelesaian masalah (monitoring) agar masalah tersebut tidak terulang lagi.

Masalah-masalah yang terjadi di dalam kelas haru segera diselesaikan agar gangguan terhadap pelaksanaan pembelajaran tidak berlangsung lama. Secara umum penulis menyarankan langkah penelesaina masalah dalam manajemen kelas sebagai berikut:
a.       Mengidentifikasi masalah siswa
Ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan guru guna mengenal dan mengetahui masalah yang muncul. Misalkan siswa A selalu menggosip ketika guru menerangkan pelajaran sedangkan siswa B sering terlambat masuk kelas sehingga mengganggu siswa lain diawal pembelajaran. Kedua masalh ini berbeda dan membutuhkan tindakan yang berbeda juga.
b.      Menganalisis masalah yang timbul
Pada langkah ini guru menganalisis penyimpangan siswa dan menyimpulkan penyebab dari timbulnya masalah tersebut. Dengan mengetahui sebabnya guru akan lebih mudah menentukan tindakan selanjutnya.
c.       Membuat rencana penanggulangan terhadap masalah siswa tadi
Hal-hal yang didapat dari langkah sebelumnya dijadikan pertimbangan dalam menentukan tindakan yang akan diambil. Dengan merencanakan terlebih dahulu tindakan yang akan diambil, guru akan lebih mudah menerapkan tindakannya kepada siswa dan dengan tindakan yang tepat siswa akan secara perlahan menerima masukan dan bimbingan yang diberikan guru tersebut.
d.      Menetapkan waktu pertemuan dengan siswa yang bermasalah dengan memusyawarahkan tentang waktu dan tempat pertemuan itu sendiri.
e.       Melakukan pertemuan dengan siswa sesuai kesepakatan pada langkah sebelumnya
Ketikaa bertemu jelaskan maksud pertemuan tersebut dan jelaskan pula manfaat yang mungkin diperoleh, baik oleh siswa ataupun oleh sekolah. Perlihatkan ketulusan hati kita (guru) untuk membantu kepada siswa. Dan berusahalah menimbulkan kesadaran siswa tersebut akan kekeliruan yang telha dibuatnya.
f.       Bila pertemuan yang diadakan ternyata siswa tidak responsif, maka guru dapat mengajak siswa untuk melaksanakan diskusi pada waktu yang lain tentang masalah yang dihadapinya. Tentukan waktu diskusi tersebut atas dasar persetujuan antara guru dan siswa.
g.      Pertemuan guru dan siswa harus sampai pada pemecahan masalah dan sampai pada kontrak individual yang diterima siswa dalam rangka memperbaiki tingkah laku siswa.
h.      Monitoring perkembangan siswa agar masalah tersebut tidak terulang lagi.
















SUMBER BACAAN

Djamarah, Syaiful Bahri . 2006.  Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
Gordon Thomas. 1984. Guru yang Efektif. Jakarta: CV Raja Wali
Mulyadi. 2009. Classroom Management. Malang: UIN Malang Press
Mursell, Nasution. 2006. Mengajar dengan Sukses (Successful Teaching). Jakarta: Bumi Aksara
Roestiyah. 1994. Masalah Pengajaran sebagi Suatu Sistem. Jakarta: PT Rineka Cipta
W. James Poham. 1992. Teknik Mengajar Secara Sistematis. Jakarta. PT Rineka Putra



[1] Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), h. 195
[2] Mulyadi, Classroom Management, (Malang: UIN Malang Press, 2009), h. 6-11
[3] Ibid., h. 11
[4] Ibid., h. 12
[5]Ibid., h. 15
[6] Mulyadi, Op.Cit., h. 25-26
[7] Ibid.,h. 27-33

Rabu, 07 November 2012


PROBLEM BASED LEARNING 

A.      Hakikat Model Problem Based Learning (PBL)
Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) atau Problem Based Learning (PBL) menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1.      Suradijono (2004), PBL adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru.
2.      Tan (2003), PBL merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam proses belajar mengajar kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok /tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
3.      Bound dan Feletti (1997), PBL ialah inovasi yang paling signifikan dalam pendidikan.
4.      Margetson (1994), mengemukakan bahwa kurikulum Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) membantu untuk meningkatkan keterampilan belajar sepanjang hayat dan pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis dan belajar aktif. Kurikulum PBL memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompokdan keterampilan interpersonal dengan lebih baik dibanding pendekatan lain.
5.      Wina sanjaya (2008), PBL diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.
Jadi, Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengintegrasikan pengetahuan baru dan melatih keterampilan menyelesaikan masalah adalah tujuan utama proses pembelajaran.
Masalah dalam PBL adalah masalah yang terbuka. Artinya jawaban dari masalah itu belum pasti.  Setiap siswa, bahkan guru, dapat mengembangkan kemungkinan jawaban. Dengan demikian, PBL memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi, mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai oleh PBL adalah kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Hakikat masalah dalam SPBL adalah kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keresahan , keluhan, kerisauan, atau kecemasan. Oleh karena itu, materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber pada buku saja, akan tetapi juga dapat bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam PBL :
1.      Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang bisa bersumber dari berita, rekaman video, dan yang lainnya.
2.      Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3.      Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak, sehingga terasa manfatnya.
4.      Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5.      Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.

B.       Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL)
Terdapat 3 ciri utama dari PBL yaitu:
1.    PBL merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi PBL ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. PBL tidak mengharapkan siswa hanya sekadar mencatat, mendengarkan, kemudian menghapal materi pelajaran, akan tetapi melalui PBL siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
2.    Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. PBL menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran.
3.    Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.[1]
PBL memiliki sejumlah karakteristik yang membedakannya dengan model pembelajaran lainnya yaitu:
1.      Pembelajaran bersifat student centered.
2.      Pembelajaran terjadi pada kelompok-kelompok kecil.
3.      Guru berperan sebagai fasilitator dan moderator.
4.      Masalah menjadi fokus dan merupakan sarana untuk mengembangkan keterampilan Problem Solving.
5.      Informasi-informasi baru diperoleh dari belajar mandiri (self directed learning).
Rusman menyebutkan bahwa karakteristik PBL adalah sebagai berikut:
1.         Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
2.         Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada didunia nyata yang tidak terstruktur.
3.         Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).
4.         Permasalahn menantang pengetahuan yang dimiliki siswa, sikap dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.
5.         Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
6.         Pemanfaatan sumber pengetahuan yang  beragam penggunaannya dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial.
7.         Belajar adalah kolaboratif, komunikatif dan kooperatif.
8.         Pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
9.         Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
10.     PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Karakteristik PBL menurut Oon Seng Tan:
1.         Pengajuan pertanyaan/masalah (memahami masalah).
2.         Terfokus pada keterkaitan antardisplin.
3.         Penyelidikan autentik.
4.         Menghasilkan produk atau karya yang kemudian dipamerkan.
5.         Kerjasama.

C.      Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning (PBL)
Adapun kelebihan model PBL ini adalah sebagai berikut:
1.      Pemecahan masalah merupakan teknik yang bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
2.      Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan yang baru.
3.      Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4.      Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5.      Pemecahan masalah dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
6.      Melalui pemecahan masalah guru dapat memperlihatkan kepada siswa bahwa mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang  harus dimengerti oleh siswa bukan sekedar belajar dari guru atau buku saja.
7.      Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
8.      Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk bepikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyelesaikan masalah dengan pengetahuan baru.
9.      Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
10.  Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar.[2]
Rusman menjelaskan bahwa kelebihan model PBL adalah sebagai berikut:
1.      Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
2.      Membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.
3.      Merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam kerangka mencari pemecahannya.
Selain kelebihan-kelebihan diatas, PBL ini juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya:
1.         Ketika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba. Untuk mengatasi hal ini, guru harus mampu memotviasi dan membuat siswa tertarik untuk ikut serta dalam pembelajaran.
2.         Keberhasilan pembelajaran membutuhkan waktu yang lama. Untuk mengatasi agar hal ini tidak terjadi dan pembelajaran dapat selesai tepat waktu, maka guru harus mampu menyusun rencana pembelajaran yang seefektif dan seefisien mungkin.
3.         Tanpa pemahaman siswa mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang seharusnya mereka pelajari. Maka, guru harus menjelaskan terlebih dahulu manfaat yang akan didapat siswa setelah berhasil memecahkan masalah.[3]

Rusman menyebutkan kelemahan model PBL sebagai berikut:
1.         Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah, tingkat kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan keterampilan dan kemampuan guru.
2.         Proses belajar mengajar memerlukan waktu yang cukup banyak dan terkadang terpaksa mengambil waktu pelajaran lain.
3.         Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir menyelesaikan masalah sendiri atau kelompok yang terkadang memerlukan berbagai sumber belajar merupakan kesulitan tersendiri bagi guru dan siswa.

D.      Sintaks Model Problem Based Learning (PBL)
Dalam Lufri dkk (2006) ada dua model tahapan (sintaks) pembelajaran berbasis masalah, yaitu:[4]
  1. Menurut Greenwald (2000) ada sepuluh tahapan Problem Basedd Learning yaitu:
a.       Menemukan sebuah masalah yang didefinisikan sebagai suatu hal yang kabur (Encounter an ill-defined problem).
b.      Meminta para anak didik mengajukan pertanyaan tentang minat yang menimbulkan teka-teki (Have students ask question about what is interesting, puzzling, or important to find out / IPF Question).
c.       Mengejar atau mengikuti temuan masalah (Pursue problem finding).
d.      Memetakan temuan dan memprioritaskan sebuah masalah (Map problem finding and prioritize a problem).
e.       Meneliti masalah (Investigate the problem).
f.       Menganalisis hasil-hasil (Analize result).
g.      Mengulangi pernyataan pembelajaran atau menyajikan apa yang telah mereka lakukan (Reiterate learning).
h.      Menghasilkan solusi dan rekomendasi (Generate solutions and recommendations).
i.        Mengkomunikasikan hasil-hasil (Communicate the results).
j.        Melakukan penilaian sendiri (Conduct self-assessment).
  1. Ibrahim dan Nur (2000) mengemukakan sintaks pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut:
NO
TAHAP
AKTIVITAS GURU
a.
Orientasi anak didik kepada masalah.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan peralatan yang diperlukan, memotivasi anak didik terlibat pada aktivitas pemecaha masalah yang dipilihnya.
b.
Mengorganisasi anak didik untuk belajar.
Guru membantu anak didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
c.
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok.
Guru mendorong anak didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
d.
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Guru membantu anak didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video dan model yang membantu mereka dalam berbagi tugas dengan temannya.
e.
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Guru membantu anak didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.



Menurut John Dewey ahli pendidikan dari Amerika menjelaskan ada 6 langkah PBL:
a.       Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
b.      Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
c.       Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
d.      Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
e.       Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa yang mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan sesuai dengan hipotesis yang diajukan.
f.       Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.[5]
Menurut David Johnson & Jonhson mengemukakan ada 5 langkah PBL melalui kegiatan kelompok :
a.       Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji.
b.      Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta faktor yang menghambat maupun yang mendukung dalam penyelesaian masalah.
c.       Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas.
d.      Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
e.       Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil.[6]

Dari beberapa bentuk PBL yang dikemukakan para ahli, secara umum PBL bisa  dilakukan dengan langkah-langkah :
a.       Menyadari Masalah
Pada tahapan ini guru membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial.
b.      Merumuskan Masalah
Rumusan masalah sangat penting, karena selanjutnya akan berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang masalah dan berkaitan dengan data-data apa yang harus dikumpulkan untuk menyelesaikannya.
c.       Merumuskan Hipotesis
Merumuskan hipotesis merupakan langkah penting yang tidak boleh tinggal. Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini adalah siswa dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin diselesaikan.
d.      Mengumpulkan Data
Data dalam proses berpikir ilmiah merupakan hal yang sangat penting. Sebab menentukan cara menyelesaikan masalah sesuai dengan hipotesis yang diajukan harus sesuai dengan data yang ada. Oleh karena itu, dalam tahapan ini siswa didororong untuk mengumpulkan data yang relevan.
e.       Menguji Hipotesis
Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini adalah kecakapan menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji. Selain itu siswa juga diharapkan dapat mengambil keputusan dan kesimpulan.
f.       Menentukan Pilihan Penyelasaian
Kemampuan yang diharapkan dari tahapan ini adalah kecakapan memilih alternatif penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya, termasuk memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap pilihan. [7]








[1] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2008), Cet ke-5,h.214-215
[2] Op.Cit.,h. 220-221
[3] Ibid.,h. 221
[4] Lufri dkk, Strategi Pembelajaran Biologi, (Padang: FMIPA UNP, 2006), h.64-65
[5] Op.Cit., h. 217
[6] Ibid., h. 217-218
[7] Ibid.,h. 218-219